Sitemap

September 2025

3 min readOct 6, 2025
Nicholas II and His Family Assassinated karya Katya Medvedeva

Awal pekan September dimulai dengan sisa dingin yang terbawa dari bulan lalu. Rasanya aneh.

Pada tahun-tahun sebelumnya, September adalah bulan yang identik dengan duka — setidaknya bagiku. Benar saja, bulan kemarin ada tiga sosok dalam hidupku yang berpulang. Seorang kawan dan dua orang paman. Dua Jumat dan satu Senin.

Kedukaan ini semakin menjadi-jadi karena di tempat yang kutinggali terdapat banyak perundung dan pencekik yang terus-terusan menggencet dan melindas — secara metaforis maupun literal. Jadi ketika satu hal tersebut terjadi, perasaanku ikut carut marut. Sembari belum bisa menangisi duka pribadi, hatiku mengikut suasana kebanyakan orang di hari itu.

Sedih memang. Aku teringat momen berakhirnya hubungan signifikan yang terjadi beberapa September lalu. Padahal September tahun lalu, suasana hatiku netral-netral saja. Aku juga gagal lolos seleksi di dua residensi kepenulisan. Ternyata keinginanku untuk “kabur” ke Australia dan Bintan untuk sementara adalah hal yang cukup penting di bulan itu. Tapi aku dapat kesempatan berangkat ke Surabaya. Walau konteksnya bekerja, tetap terasa menyegarkan. Di tengah duka dan carut marut, aku menyelami rasa penasaran tentang sudut-sudut kota itu dan jalanan mana saja yang merupakan bagian dari hidup kawan-kawanku. Setidaknya, itu yang membuatku njejek di sana.

Aku banyak linglungnya selama setengah awal September. Selalu mencari kegiatan yang bisa dilakukan: menelepon kawan, merapikan kamar, mendaftarkan ulang buku, membaca buku, mendengarkan lagu, dan memerhatikan lagu-lagu yang didengar oleh beberapa kawan. Salah satunya sepertinya membuat playlist berdasarkan sebuah judul buku. Melihatnya, aku jadi ikut ingin membuat versiku sendiri. Jadilah beberapa playlist yang berdasarkan buku-buku kesukaanku itu. Ternyata memilah-milah lagu untuk playlist ternyata cukup mendistraksi pikiranku dari hal-hal yang tidak ingin kurasakan.

Untungnya akhir bulan lalu menyenangkan. Ramai-ramai, aku dan kawanku pergi ke festival film. Kami memang tidak menonton semua film yang sama, tapi ada beberapa yang seleranya serupa. Sempat ada masanya aku sering berbohong pada ibu ketika ingin menonton film sendiri. Ibu selalu merasa kasihan jika tahu aku tidak punya teman menonton. Tapi, di minggu terakhir September itu rasanya hangat. Ada banyak kawan yang bisa kuajak dan mau nonton film bersama. Berhari-hari aku pulang malam, tapi besoknya ibu akan bertanya lagi “nonton sama siapa hari ini?”. Sepertinya dia akan senang mendengar kalau aku punya banyak teman nonton. Di sana pun, aku selisipan dengan beberapa kawan lain yang tidak janjian terlebih dahulu. Rasanya menyenangkan melihat sosok-sosok yang familier. Festival kemarin seperti kembali sekolah lagi. Setiap orang ikut kelas yang berbeda tapi kami semua beredar di tempat itu. Keluar dari studio langsung ngobrol di lobi atau bahkan di tempat makan. Seakan-akan kami habis keluar kelas, ngobrol di selasar atau kantin. Hal itu terjadi berhari-hari dan seketika aku merindukan rasanya menjadi mahasiswa. Mungkin sudah saatnya lagi aku menyeriuskan mimpiku yang satu itu.

September seperti mimpi saat demam. Ekstrem antara dingin dan hangatnya. Melaluinya tidak mudah, tapi ternyata aku lah si keparat yang beruntung itu.

Tidak banyak harapan untuk Oktober. Cukup semoga sehat dan tetap dikelilingi oleh hal-hal yang baik.

Beberapa hal yang berkesan di bulan ini:

  • Lagu: Willingly oleh Anna Borg
  • Film: Happyend karya Neo Sora
  • Serial: The Summer I Turned Pretty
  • Buku: SORE Istri Dari Masa Depan karya Suryana Paramita

--

--

Firnita
Firnita

Written by Firnita

usually, i write more than this short bio. say hi through my ig/x/tiktok: @firnnita

Responses (1)