Kemampuan Jalan Kaki yang Seburuk Sen Kanan Belok Kiri

Firnita
5 min readMay 2, 2023
Photo by K. Mitch Hodge on Unsplash

Sudah tahu kalau kita juara satu negara paling malas jalan kaki? Ini berdasarkan riset yang dilakukan di Universitas Stanford. Walau risetnya sudah lima tahun yang lalu, informasi ini justru baru meledak tahun 2022. Di kalangan following-ku sempat ramai membahas ini dari berbagai macam sudut pandang. Mulai dari yang membahas fasilitas jalanan pejalan kaki yang belum merata hingga cuaca yang membuat banjir keringat. Sedangkan, yang kulakukan hanya mengecek aplikasi health pada gawaiku dan… terbukti betapa malasnya aku jalan kaki. Rata-rata langkah harianku jauh di bawah rata-rata langkah nasional. Tapi kalau kubandingkan dengan tahun 2021, beda cerita. Aku sempat punya kebiasaan jalan kaki setiap pagi sepanjang tahun 2021. Entah kenapa, ketika tahun 2022 kebiasaan itu… terbawa angin lalu. Ah mungkin ini pertanda aku harus menjalaninya lagi.

Untungnya, belakangan ini aku sedang lumayan sering jalan kaki. Walau tidak kujadwalkan secara sengaja, jalan kaki menjadi moda transportasi utamaku ketika melihat jarak ke tempat tujuanku kurang dari atau berkisar sejauh dua kilometer. Contohnya seperti Stasiun MRT Blok M ke Taman Langsat atau Taman Ismail Marzuki ke Stasiun KRL Cikini. Kalau pun lebih dari dua kilometer, selama ada teman jalan kakinya… Akan kusanggupi.

Semakin aku terbiasa menggunakan kaki sebagai moda transportasi, aku jadi menyadari sesuatu. Walaupun kebanyakan dari kita punya sepasang kaki, tidak seluruhnya punya kemampuan jalan kaki yang baik. Di lingkaran pertemananku, ada satu orang yang setiap kali kita pergi bersama pasti jalannya selalu oleng. Entah kakinya tiba-tiba sengklek, tersandung trotoar, atau bahkan terinjak kakinya sendiri. Tahun ini aku mengenali lagi orang di sekitarku yang kakinya juga rada-rada memerlukan perhatian lebih. Ternyata… Hal ini tidak terjadi pada satu orang saja. Kamu juga punya teman yang begini? Atau justru kamu yang begitu?

Sebagai netizen yang budiman, aku juga memantau banyak hal dari TikTok — yang sekarang isinya bukan hanya joget-joget. Ada beberapa konten yang membahas tentang kejengkelan seorang teman karena punya teman yang kalau jalan tidak pernah bisa lurus. Kalau dipikir-pikir, kebiasaan itu sebetulnya membahayakan. Kita punya kaki, kita tau cara menjalankan diri, tapi kita tidak dikaruniai lampu sen. Jika diibaratkan mobil atau motor, hal ini pasti semenyebalkan pengemudi yang lupa kasih lampu sen tapi tiba-tiba belok. Atau bahkan, lebih parahnya ya mereka yang menyalakan lampu sen kanan tapi beloknya ke kiri.

Jalan kaki juga biasanya diuji ketika sedang menonton festival musik. Perpindahan dari panggung ke panggung, mundur dari depan menuju bagian belakang yang lebih lengang, hingga pelan-pelan menyelip dari belakang agar bisa menonton dari depan. Aku tidak mengarsipkan cara-cara yang pernah kulakukan saat di festival musik, tapi aku ingat pernah “konvoi” dengan temanku yang bertubuh gagah dengan asumsi ia bisa lebih mudah membelah lautan manusia. Nyatanya, mental temanku yang satu itu tidak se‘gagah’ pengemudi mobil P****o. Ia malah santai membiarkan orang lain sat set sat set dan alhasil, kami gagal menonton dari baris terdepan. Lain halnya dengan temanku yang mungil tapi punya mental angkot. “Konvoi” di belakangnya membawaku menyelip sana-sini, bersenggolan dengan sisi tubuh banyak orang, naik trotoar, turun lagi ke jalan konblok, hingga jalan menyamping. Dan hebatnya, kami berdua sama-sama selamat. Tidak tersandung, tidak tersangkut, dan tidak menabrak. Tentu, itu benar-benar pengalaman yang luar biasa.

Urusan menyebrang jalan juga jadi hal yang jadi pertikaian. Masalahnya… Menemui zebracross tidak semudah itu. Kalaupun ada, keberadaannya suka dianggap angin lalu—pengakuan: aku juga masih suka menyebrang bukan lewat zebracross. Daripada aku jalan berapa belas meter untuk ke zebracross lalu menyebrang dan kembali jalan berapa belas meter untuk ke tujuanku, lebih baik aku jalan langsung menyebrang tidak sampai sepuluh meter dan tiba di tujuanku lebih cepat. Belum lagi untuk orang-orang yang tidak bisa menyebrang. Contohnya seperti tokoh Awan di film “Nanti Kita Cerita Hari Ini”. Namun — spoiler alert — di film “Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang”, dia sudah bisa menyebrang sendiri. Urusan ini tentu akan lebih mudah jika kita sedang tidak jalan kaki sendiri. Di jalanan yang lebih dari 4 jalur, biasanya aku sengaja berdiri di bagian yang paling jauh dari arah datangnya mobil atau motor sambil berharap akan ada orang yang menyebrang dari bagian yang terdekat arah datangnya kendaraan. Langkah yang dia ambil otomatis juga membuka jalan untukku menyebrang. Bahkan kalau menurut video-video di TikTok, laki-laki yang berinisiatif mengambil posisi berdiri di bagian yang terdekat dengan arah datangnya kendaraan adalah tipe laki-laki yang green flag. Dengan penuh rasa syukur, aku bangga karena beberapa temanku yang laki-laki melakukan hal tersebut.

Menyebrang tidak jadi masalah ketika ada jembatan penyebrangan. Tapi tentu ada masalah lain. Yaitu, menjaga laju langkah sehingga tidak mengganggu orang yang ada di belakang kita. Apalagi ada beberapa jembatan penyebrangan yang lebarnya pas-pasan, sehingga satu jembatan itu ibarat hanya bisa dua jalur. Jika kita berjalan di kecepatan minimum, orang di belakang kita pasti akan resah. Sayangnya, kita tidak punya klakson seperti motor atau mobil. Tapi, sayangnya juga, kita punya mulut yang justru bisa melempar kata-kata yang lebih kasar dari tintin! atau teeet! Ini juga akan jadi masalah untuk mereka yang takut ketinggian. Sudahlah perlu menjaga laju berjalan juga perlu fokus agar tidak memikirkan skenario ‘jika aku jatuh dari sini’. Dari beberapa jembatan penyebrangan yang pernah kulalui, aku paling suka jembatan penyebrangan halte Bundaran Senayan dan jembatan dari Halte TransJakarta Ps. Kebayoran Lama ke Stasiun Kebayoran.

Sayangnya, tempat jalan kaki paling nyaman adalah (masih) mall. Di sana aku bisa keliling berjam-jam hingga tanpa terasa sampai 10.000 langkah. Walau memang terkadang suka ada kereta lewat, setidaknya di dalam mall para pejalan kakilah yang berjaya. Hanya di dalam mall, kereta bisa mengalah dengan orang yang menyebrang. Namun, layaknya tempat-tempat atau situasi nyaman lainnya, tentu hal ini membuat banyak orang terlampau nyaman hingga kurang awas dengan sekitar. Ayahku suka mengeluh betapa menyebalkannya Sunday driver. Istilah ini awalnya kupikir adalah kata-kata yang ditujukan untuk orang-orang yang mengendara terlampau pelan di akhir pekan. Tapi ternyata, istilah ini tidak hanya berlaku di akhir pekan. Aku yang tidak menyetir susah berempati dengan rasa sebal yang ayahku rasakan, hingga akhirnya aku datang ke mall sendirian di akhir pekan. Kebanyakan dari orang merupakan Sunday walker. Sesungguhnya, aku bisa memahami kenapa mereka berjalan dengan pelan — karena aku juga pernah (bahkan mungkin) masih melakukan itu. Betapa banyak orang yang menggunakan lajur kanan dengan kecepatan lajur kiri. Belum lagi — kembali ke paragraf awal-awal — kita tidak punya lampu sen! Contohnya, orang-orang yang lagi jalan cepat di lajur kanan dan mendadak berhenti karena poster diskon di toko sebelah kiri. Lalu, tiba-tiba banting setir.

“Mengkhawatirkan,” kataku pada diriku.

Kurasa kemampuan jalan kaki kita bisa menjadi lebih baik kalau aktif dilatih setiap hari. Bisa mulai di dalam rumah. Misalnya, menantang diri sendiri untuk jalan memutari meja tanpa kejedug. Oh! Atau… Aku tidak tahu apakah ada hubungannya antara kebiasaanku sewaktu kecil dengan kemampuanku jalan kaki di hari ini. Sebab, saat masih bocah, aku sangat suka melangkah berdasarkan kotak-kotak lantai keramik. Entah kenapa, aku senang menantang diriku untuk bisa jalan lurus di barisan lantai kotak-kotak itu tanpa menyentuh garisnya. Kalau memang kebiasaan ini ternyata berhubungan dengan kemampuan jalan kaki yang baik, mungkin para Ay dan Bun bisa mulai mengajak si kecil untuk mencoba jalan lurus sesuai kotak-kotak di lantai. Mungkin dengan begini, negara kita tidak lagi jadi negara termalas jalan kaki. Dan hebatnya, punya kualitas pejalan kaki yang oke punya.

--

--

Firnita
Firnita

Written by Firnita

usually, i write more than this short bio. say hi through my ig/x/tiktok: @firnnita

Responses (2)