ibu kota tidak berpihak pada anak gadisnya yang sedang berdarah
bu, apakah ibu ingat pertama kali
aku menjadi seorang gadis?
bu? bu? bu?
ah, iya
maaf aku lancang
mengajakmu berbincang di jam kerjamu
belakangan, kau begitu sibuk
ada banyak pikiran di setiap lajur pemikiranmu
hiruk pikuk ini membuatmu jauh denganku
aku merasakan kehadiranmu dari berita
bukan lagi dari belaian jemarimu di alisku
aku mengenali kesibukanmu dari mereka
bukan lagi dari obrolan makan malam di meja
kau teramat jauh
kemarin temanku bertanya tentangmu
aku jadi ikutan sibuk
mencari kata-kata
yang tidak menimbulkan kesan
bahwa aku anak perempuan yang durhaka
bu, hari ini aku meringkuk sambil berdarah di kasur
dan aku tidak berani menghubungimu
karena jam kerjamu adalah dua puluh empat jam
padahal yang kuinginkan adalah teh hangat
dari racikan tanganmu yang kemudian membelai pelipisku yang kemudian memberikanku kehangatan yang kemudian menidurkanku begitu lelap yang kemudian menimangku dengan amat lembut
tapi kau lembur lagi
dan derasnya darah yang mengalir dari situ-ku
tak cukup kuat untuk jadi alasanmu
pulang lebih cepat
apabila akhirnya
kau menganggapku
anak perempuan yang durhaka
karena tidak mengikuti aturanmu
aku sudi
bu, aku pasrah dengan kesibukanmu
dan segala hal yang kau buru
selagi kau melakukan itu semua
biarkan aku, anak perempuanmu,
meringkuk di atas kasur
selagi berdarah
sambil membenahi
luka-luka
yang kausebabkan
bu, aku memang lahir dari rahimmu
tapi semoga aku tidak jadi sepertimu