12.39 WIB di One Satrio Kuningan

Firnita
4 min readFeb 8, 2025

12.39 WIB di One Satrio Kuningan dihiasi kelompok-kelompok kecil pegawai kantoran yang hendak makan siang — atau hanya jalan-jalan sebetulnya. Beberapa di antaranya mengenakan batik dan kalung jeratan mahal itu sembari tengok kanan kiri. Makan apa ya hari ini? pikir mereka. Ada pula yang juga sudah membawa-bawa es krim dan menjilatnya — persis seperti apa yang ia lakukan di kantor tadi, mungkin. Aku jadi ingin makan es krim.

Sempat aku berpikir untuk hanya duduk-duduk di taman samping sambil berpikir apakah boleh suatu hari aku menggelar tikar di sini? Namun aku melihat gundukan-gundukan tanah yang sepertinya terakhir kali aku ke sini… Belum ada. Pikirku gundukan tanah ini dibuat dalam rangka tahun baru Imlek, sebab lengkungan tanah itu seperti gambaran liuk ular. Aku sok tahu, mungkin. Di taman itu, beberapa orang termenung memerhatikan hal yang bukan aku, beberapa orang lainnya menghisap rokok batang dan menyemburkan asapnya seakan-akan mereka seekor naga. Aku masih ingin makan es krim.

Pada jalur utama tempat itu, aku berjalan dan menjadi mereka yang tadi sudah tengok kanan kiri duluan. Ada makanan berat, ada kedai kopi. “FWB-an yuk, Kak!” kalimat itu terdengar di telinga kiriku. Tanpa konteks, mungkin aku akan menampar laki-laki itu. Setelah kutengok nama kedainya, aku tertawa dan langsung mengadu di grup pertemananku tentang kejadian barusan. Mungkin di daerah Kuningan, dunia sudah lebih terbuka dengan hal itu. Berkawan dan mendapatkan keuntungan-keuntungan yang…

Ada toko es krim. Aku masuk dan memerhatikan makanan-makanan di balik etalasenya. Kebanyakan makanan manis. Seketika aku cukup tergoda untuk memilih kue. Aku mondar-mandir untuk beberapa menit. Dari kulkas vertikal ke kulkas horizontal ke etalase depan kasir lalu kembali lagi ke kulkas. Sepertinya gelagatku membuat pegawainya curiga. Ini orang mau beli gak sih? pikirnya, mungkin. Dia mengajakku bicara dengan menawarkan promo harga spesial kalau beli enam eclair. Aku melihatnya sambil tersenyum sopan, berharap ia berhenti menawarkanku yang lain. Sudah pasti kutampar juga kalau tiba-tiba ia melontarkan kalimat “FWB-an yuk, Kak!” seperti pegawai toko sebelah tadi. Kemudian ada tiga orang yang masuk toko. Mereka pembeli yang sudah tahu betul ingin beli apa. Begitu masuk, mereka langsung bertanya “Yang mochi matcha di mana ya, Mas?”. Sang pegawai menunjuk arah rak yang mengapung di atas kulkas horizontal. Isi kepalaku kembali tergoda. Penasaran dengan mochi matcha itu. Ketika mereka membayar ke kasir, aku melihat rak mochi matcha. Bergumul, bergumul, bergumul. Akhirnya aku mengambil es krim stroberi dalam kulkas horizontal dan membayarnya ke kasir.

“Makan sini atau take away?” tanya sang pegawai.

“Makan sini.”

Setelah menerima bon pembayaran, aku naik melalui tangga yang mengumpat. Sebelumnya aku pernah ke sini juga selepas kerja bersama dua kawanku. Kami makan es krim sampai habis lalu lanjut mengobrol sampai One Satrio hampir tutup. Begitu di atas, pandanganku jatuh pada pojok kursi dan meja yang pernah kami duduki waktu itu. Tidak kosong.

Seorang laki-laki paruh baya duduk di sana. Sendirian. Ia memainkan telepon genggamnya. Aku membuka bungkus es krimku dan mulai menyantapnya sambil memandangi jendela. Masih ada kelompok-kelompok kecil pegawai kantoran sekitar yang jalan-jalan di jalur tengah itu. Kemudian seorang perempuan datang menghampirinya. Ia duduk di samping dan melingkarkan lengannya pada leher laki-laki itu. Aku merogoh jurnal dari dalam tas untuk mengalihkan pandanganku. Pada halaman jurnalku, aku menceritakan tentang pengalamanku menonton Babygirl semalam. Kemudian pikiranku menjalar pada pertanyaan yang sempat kulontarkan pada seorang kawan:

  1. Kamu pernah selingkuh?
  2. Kamu pernah diselingkuhin?

Dua pertanyaan itu kulontarkan padanya ketika kami sedang keliling di dalam mal daerah Jakarta Pusat yang tidak terlalu ramai. Menurutnya, mal ini cocok untuk orang-orang yang selingkuh. Sepi begini bakal ketemu siapa? Masuk akal.

Kemudian aku menyadari keberadaanku: toko es krim pada jam makan siang. Sekelompok pegawai tadi pasti lebih mencari makanan berat yang bisa mengisi daya diri setelah dihabisi tumpukan surel baru dan bercinta dengan tugas-tugas banal. Para pegawai itu pasti lebih memilih yang hangat-hangat setelah sepagian digerayangi angin AC sentral. Aku di sini, duduk di dalam toko es krim pada jam makan siang. Aku dan mereka memilih kursi toko es krim di lantai dua. Sepi begini bakal ketemu siapa?

Perempuan itu seperti menjawab pergumulanku. Dalam satu kalimat, ia menggunakan kata “aku” dan “kamu”. Bagi beberapa orang, mungkin hal tersebut netral. Namun bagiku dan kebanyakan orang lainnya… Dua kata itu punya makna yang sering kali patut dipertanyakan. Tak lama kemudian, perempuan itu melepas lengannya dari leher laki-laki tadi dan mereka beranjak pergi dari toko es krim ini.

Ibuku mengajarkanku untuk tidak boleh terlalu sering berburuk sangka. Kurasa hari ini aku sedikit durhaka padanya karena aku melupakan ajarannya. Dengan banyaknya cerita tentang hubungan-hubungan gelap yang berani muncul di siang bolong, aku kembali merasa berdosa pada sesama perempuan.

Pikiranku kembali menjalar ke pertanyaan yang pernah kulempar pada seorang kawan. Telah muncul pertanyaan baru yang tidak terbahas waktu itu:

3. Kamu pernah jadi selingkuhan?

--

--

Firnita
Firnita

Written by Firnita

usually, i write more than this short bio. say hi through my ig/x/tiktok: @firnnita

No responses yet